Sejarah Kalender


“September mempunyai 30 hari…” demikian mulainya sajak lama yang dibawakan oleh sejumlah generasi anak sekolah. Kadang-kadang seorang anak yang sedang menyanyikan sajak itu berhenti, bingung karena pembagian hari yang tak teratur: 30 untuk empat bulan, 31 untuk tujuh bulan, biasanya 28 untuk bulan Pebruari, dan 29 pada tiap tahun kabisat. Soal yang sama ini telah menantang para imam dan paus, para ahli astronomi dan astrologi. Mereka bergulat dengan aspek yang lebih besar: bagaimana membuat hari-hari dan bulan cocok dengan tahun. Di balik usaha itu terdapat sebuah dilema: tahun, yang menentukan musim, didasarkan pada peredaran bumi satu kali mengelilingi matahari, tetapi waktu tersebut berlangsung lebih dari 12 bulan baru, bulan. Tepatnya, setahun berlangsung 365 hari, lima jam, 48 menit, dan 46 detik. Tetapi tiga daur astronomis yang menentukan tahun, bulan dan hari tidak tergantung satu sama lain dan tidak bersesuaian: seperti roda-roda gigi yang kurang cocok, semuanya tidak bertautan. Orang sudah berusaha dengan berani membagi tahun sedemikian rupa sehingga hari-hari yang penting seperti hari raya, hari libur, perayaan, akan seirama dengan berbagai musim tahun demi tahun, abad demi abad. Kalender yang bagus sudah dirancang dengan cerdik, akan tetapi penyelesaian yang sungguh-sungguh tepat tidak dapat dicapai, sebab masalah mencocokkan hari, bulan dan tahun sesungguhnya memang tak terpecahkan.

Menetapkan Bulan

Bahkan pada jaman prasejarah orang harus merunuti hari-hari yang berlalu sehingga ia dapat menentukan kapan harus berburu binatang yang bermigrasi atau kapan harus mencari perlindungan untuk musim dingin yang akan datang. Tetapi baru setelah tumbuhnya peradaban yang kompleks dari lembah Tigris-Efrat, kebutuhan untuk mengetahui waktu kapan harus menanami ladang atau bersiap-siap menghadapi masa banjir, akibat kebutuhan mendesak munculah kalender sejati yang pertama.
Pada tahun 2000 sebelum Masehi orang Babilonia telah menciptakan kalender yang berdasarkan periode rata-rata 291/2 hari antara bulan-bulan baru. Di dalam kalender itu tahun dibagi menjadi 12 periode bulan, atau bulan, dan seluruhnya berjumlah 354 hari. Karena perhitungan ini lebih pendek daripada tahun matahari, maka tidak lama kemudian upacara panenan jatuh pada musim yang keliru. Untuk menjamin hubungan yang tepat antara kegiatan keagamaan dan jatuhnya awal musim, para imam menemukan cara unik, yakni cara penyisipan. Mereka menambahkan hari atau bulan ekstra untuk membetulkan daur astrronomis yang tidak cocok kalendernya selaras dengan alam. Pada mulanya, bulan ditambahkan menurut kebijaksanaan para imam, tetapi kemudian diterapkan sebuah jadwal dengan tujuh bulan tambahan yang disebarkan ke dalam daur 19 tahun sehingga bulan dan tahun pun dapat diselaraskan.
Sistem Babilonia merupakan model yang diambil orang Yahudi dan orang Islam, tetapi masing-masing membuat perubahan besar. Orang Yahudi memasukkan pekan dengan tujuh hari – satuan yang secara kasar sama dengan seperempat periode bulan, sedangkan orang Islam menghilangkan semua pembetulan dan menerapkan kalender kamariah secara murni yang sekarang masih dipergunakan.

Warisan dari Mesir: Tahun dengan 365 Hari

Artefak Kalender Mesir
Artefak Kalender Mesir
  Di lembah sungai Nil, akhir musim semi merupakan waktu bagi orang Mesir untuk memandang ke langit dan menantikan banjir yang amat penting bagi mereka. Banjir itu segera akan datang sesudah munculnya bintang Sirius; dengan kejadian ini orang Mesir memulai tahun baru mereka. Mereka juga mempunyai tahun tersendiri yang terdiri dari 12 bulan, masing-masing panjangnya 30 hari. Ini dimaksudkan agar kalender mereka mendekati daur bulan di langit. Di kemudian hari, untuk membuat agar tahun kamariahnya cocok hampir tepat dengan terbitnya Sirius, mereka menambahkan lima hari ekstra pada setiap tahun. Untuk menerangkan hal itu, mereka menciptakan mitos dewi langit Nut yang tidak setia kepada suaminya, dewa matahari Re. Sebagai balasan, Re mengutuk bahwa istrinya akan melahirkan anak “di luar bulan dan tahun yang ada”. Tetapi Thoth kekasih Nut bermain dadu dengan bulan dan memenangkan lima hari dalam setahun. Karena hari-hari ini berada di luar kalender, maka kutukan Re tidak berlaku. Anak laki-laki Nut dilahirkan pada hari pertama dari kelima hari tersebut.
Terlepas dari mitologi, orang Mesir telah mewariskan kepada kita tahun yang panjangnya 365 hari, dan kemudian hari ahli-ahli astronomi mereka tidak berhasil dalam mengusulkan agar tahun itu lebih disesuaikan dengan daur matahari dengan menambahkan satu hari ekstra setiap empat tahun.

Monumen Waktu Bangsa Maya

Pencatatan waktu oleh suku bangsa Maya di Amerika Tengah yang luar biasa ketepatannya merupakan dunia tersendiri yang benar-benar lepas dari tradisi Eropa. Kalau kebudayaan lain menaruh minat terhadap waktu, maka bangsa Maya keranjingan kepadanya. Kalender merupakan salah satu bagian dari agama mereka: dan tugas untuk menyelaraskannya dengan alam menjadi tugas para imam ahli astronomi. Mereka menggunakan ketiga daur astronomi besar, yakni perputaran harian bumi, bulan kamariah, dan tahun syamsiah (matahari). Mereka tidak berusaha mencocokkan semua daur ini, tetapi mencatat ketiganya secara terpisah, demikian pula daur astronomi lainnya.

Kalender Suku Maya
Kalender Suku Maya

Acap kali para imam memeriksa dan membandingkan catatan-catatan kalender yang dibuat secara terpisah tadi untuk mencocokkan hari-hari raya keagamaan mulai dari awal mula sejak mulainya waktu (yang menurut ketentuan mereka, mulainya pada tahun 3113 sebelum Masehi). Kemudian mereka mencatat tanggal-tanggal yang sudah dibetulkan itu dalam almanak atau pada tugu-tugu batu yang tinggi yang disebut “stela”. Sebagai hasil pemeriksaan teliti antarberbagai catatan tersebut, kalender Maya lebih tepat daripada kalender Eropa. Ketepatan yang demikian mutlak perlu, karena menurut kata seorang ahli terkemuka, “menurut pemikiran orang Maya, bagian waktu adalah beban yang dibawa sepanjang masa oleh para dewa secara beranting”. Hari, tahun, dasawarsa, abad, dan ribuan tahun, masing-masing mempuyai dewa penanggung sendiri. Hanya dengan mengetahui dewa mana yang akan memikul beban itu bangsa Maya tahu dewa mana yang harus diambil hatinya. Para imam dapat menggunakan banyak sekali catatan mengenai peredaran planet (khususnya Venus), matahari, bulan, dan bintang-bintang pada masa lampau, yang semuanya berkaitan dengan kegiatan para dewa. Dari gerak benda-benda langit di masa lampau para imam dapat membuat ramalan yang tepat, dan dengan begitu mereka juga dapat menentukan dewa mana yang akan berkuasa pada waktu tertentu.

Perombakan Kalender oleh Julius Caesar

Selama seribu tahun – sejak awal masa Kristen sampai abad pertengahan – kalender Julius digunakan di dunia Barat. Kalender ini mengambil nama Julius Caesar, orang Romawi termasyhur yang meresmikannya, dan merupakan perbaikan besar atas kalender-kalender sebelumnya. Kalender sebelum itu berupa penghitungan waktu serampangan, yang kerap kali dipermainkan demi tujuan politik.
Pada masa awal jaman Romawi, kalendernya didasarkan pada periode bulan di langit dan mempunyai sepuluh bulan. Karena jumlah seluruhnya kurang lebih hanya 300 hari, maka ditambahkanlah hari-hari ekstra seperlunya untuk menjaga agar waktunya tetap sesuai dengan tahap-tahap musim. Meskipun pada abad ke-8 sebelum Masehi tahun dibagi menjadi 12 bulan, tetapi nama empat bulan terakhir pada kalender yang lama tetap dipertahankan, yakni September, Oktober, November, dan Desember; inilah penunjuk angka dalam bahasa Latin untuk bulan ketujuh, kedelapan, kesembilan, dan kesepuluh.
Ketika Julius Caesar kembali dari Mesir pada tahun 47 sebelum Masehi, dia menetapkan tahun yang panjangnya 365 hari dan dilengkapi dengan tahun kabisat, sebagaimana telah disarankan oleh para pembaru di Mesir dua abad sebelumnya. Kini kalender mulai mendekati ketepatan dan bentuk kalender modern. Meskipun tidak persis cocok dengan kalender modern, bulan-bulannya mempunyai 30 atau 31 hari; pada waktu itu seperti juga sekarang, Februari merupakan pengecualian; dalam tahun biasa terdiri dari 29 hari dan dalam tahun kabisat terdiri dari 30 hari. Meskipun pengganti Caesar, yaitu Agustus, membuat beberapa pembetulan, misalnya memotong satu hari dari bulan Februari, baru pada tahun 527 Masehi diadakan perubahan besar. Dionisius Exiguus, seorang abas di Roma, menggeser tahun baru dari 1 Januari ke tanggal 25 Maret; ini mungkin dimaksudkan untuk mencerminkan kelahiran kembali alam pada awal musim semi tiap tahun. Abas ini juga menetapkan Hari Natal pada tanggal 25 Desember dan mulai mempraktekkan pencatatan tahun kejadian dengan patokan saat kelahiran Al Masih (Masehi atau sebelum Masehi).
Baru pada abad pertengahanlah kaum awam tertarik pada kalender. Kaum bangsawan memesan buku tentang waktu yang diberi hiasan meriah. Selain demi kesenangan, buku itu juga digunakan sebagai cara yang mudah untuk merencanakan kegiatan mereka. Mungkin yang paling indah di antara kalender berhias itu adalah yang dipesan oleh Duc de Berry pada tahun 1409.

Penyelesaian oleh Paus Gregorius

Bentuk sederhana kalender Julius memungkinkan lapisan masyarakat yang cukup luas mengikuti waktu dan mengatur urusan mereka. Tetapi dengan tahun kabisat sekalipun, kalender itu tetap kurang sesuai dengan daur astronomis: tahun kalender rata-rata 12 menit lebih lama daripada daur matahari. Kekeliruan yang tampaknya kecil ini terus menumpuk, sehingga misalnya pada tahun 1093 musim semi jatuh pada tanggal 15 Maret, bukannya tanggal 21 Maret, dan hari-hari raya yang dapat bergeser seperti Paska sedikit demi sedikit ketinggalan oleh musim.
Dalam tahun 1582, Paus Gregorius XIII mengumumkan perubahan baru. Tahun pada abad pergantian yang tidak habis dibagi 400, yakni 1700, 1800, dan sebagainya, tidak lagi merupakan tahun kabisat. Dengan demikian kekeliruannya berkurang sampai hanya 26 detik setiap tahun, yang menjadi satu hari setiap 3.323 tahun. Untuk membuat kalender sejalan lagi dengan musim, Gregorius mengurangi tahun 1582 dengan 10 hari, tanggal 4 Oktober langsung diikuti oleh tanggal 15 Oktober. Sebagai pembaruan terakhir, ia mengembalikan tanggal 1 Januari sebagai Hari Tahun Baru. Negara-negara Katolik Eropa menggunakan kalender baru Gregorius, tetapi negara-negara Protestan tetap bertahan pada yang lama. Baru pada tahun 1752 Inggris dan koloni-koloninya menyesuaikan diri dengan memotong 11 hari dari tahun. Kejadian ini menimbulkan kerusuhan di London, banyak orang yang marah karena merasa kehilangan uang sewa 11 hari. Mereka mengamuk dengan berteriak “Berikan kembali 11 hari kami”. Tetapi di Amerika, Ben Franklin memberikan nasehat yang lebih bernada filosofis. Kepada para pembaca dia memberi nasehat agar tidak “menyesali . . . hilangnya waktu yang sedemikian banyak” akan tetapi sebaliknya justru harus bergembira karena orang dapat “tidur dalam kedamaian pada tanggal 2 bulan ini dan tidak . . . bangun-bangun sampai tanggal 14 pagi”.

Share This Article :
Share on FB Tweet Share on G+

Ditulis Oleh : j ~ Valerian-17

Juan Anda sedang membaca artikel berjudul Sejarah Kalender yang ditulis oleh Juan Valerian Delima yang berisi tentang :Sejarah Kalender, Dan Terima kasih kepada Anda yang sudah mengunjungi blog saya.

0 comments:

Post a Comment

Admin tidak selalu online untuk memantau komentar yang masuk... jadi berikan Komentar anda atau balasan Komentar anda yang sopan kepada pengunjung dan layak dikonsumsi oleh publik. NO SARA, NO SPAM dan Sejenisnya.

Back to top